Jumat, 05 Maret 2010

Istilah-istilah dalam Instrumen Akreditasi

  1. D.O. yang berarti Definisi Operasional. Disini dijelaskan istilah-istilah yang digunakan dalam parameter ini.
  2. C.P. yang berarti Cara Pembuktian. Bagian ini menjelaskan cara untuk membuktikan bahwa parameter ini telah dipenuhi dan merupakan bagian yang digunakan oleh surveyor untuk menilai sebuah rumah sakit. Bagian ini terbagi atas tiga bagian yaitu Dokumentasi, Observasi dan Wawancara.
    1. Dokumentasi adalah dokumen-dokumen yang disyaratkan oleh standar akrediasi.
    2. Observasi adalah hal-hal yang harus diamati oleh surveyor untuk membuktikan bahwa standar telah dicapai.
    3. Wawancara adalah orang-orang dan/atau fungsi-fungsi organisasi yang harus diwawancarai atau topik-topik wawancaranya.

Kamis, 04 Maret 2010

Simbol -simbol Peringatan



BAHAN IRITASI



BAHAN TOKSIK

BAHAN OKSIDATOR
BAHAN KOROSIF
  BAHAN MUDAH MELEDAK


Selasa, 02 Maret 2010

Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gagal Ginjal Kronis

Definisi
Penyakit gagal ginjal kronis bersifat progresif dan irreversible dimana terjadi uremia karena kegagalan tubuh untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan serta elektrolit ( SmeltzerC, Suzanne, 2002 hal 1448)
Gagal ginjal kronis ini merupakan penyakit ginjal tahap akhir

Etiologi

  • Glomerulonefritis kronis
  • Pielonefritis
  • Diabetes mellitus
  • Hipertensi yang tidak terkontrol
  • Obstruksi saluran kemih
  • Penyakit ginjal polikistik
  • Gangguan vaskuler
  • Lesi herediter
  • Agen toksik (timah, kadmium, dan merkuri)
( SmeltzerC, Suzanne, 2002 hal 1448)
asuhan keperawatan pada klien dengan GGK
asuhan keperawatan pada klien dengan GGK

Patofisiologi

Penurunan GFR

Pemeriksaan klirens kreatinin dengan mendapatkan urin 24 jam untuk mendeteksi  penurunan GFR. Akibat dari penurunan GFR, maka klirens kretinin akan menurun, kreatinin akan meningkat, dan nitrogen urea darah (BUN) juga akan meningkat.
Gangguan klirens renal
Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan jumlah glomeruli yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens (substansi darah yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal).
Retensi cairan dan natrium

Ginjal kehilangan kemampuan untuk mengkonsentrasikan atau mengencerkan urin secara normal. Terjadi penahanan cairan dan natrium sehingga  meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal jantung kongestif dan hipertensi.
Anemia
Anemia terjadi sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat, memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi, dan kecenderungan untuk terjadi perdarahan akibat status uremik pasien, terutama dari saluran GI.
Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat
Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan yang saling timbal balik, jika salah satunya meningkat, yang lain akan turun. Dengan menurunnya GFR, maka terjadi peningkatan kadar fosfat serum dan sebaliknya akan terjadi penurunan kadar kalsium. Penurunan kadar kalsium ini akan memicu sekresi paratormon, namun dalam kondisi gagal ginjal, tubuh tidak berespon terhadap peningkatan sekresi parathormon, akibatnya kalsium di tulang menurun menyebabkab perubahan pada tulang dan penyakit tulang.

Penyakit tulang uremik (osteodistrofi)
Terjadi dari perubahan kompleks kalsium, fosfat, dan keseimbangan parathormon.
( SmeltzerC, Suzanne, 2002 hal 1448)

Manifestasi Klinik

Kardiovaskuler
-              Hipertensi
-              Pembesaran vena leher

-              Pitting edema
-              Edema periorbital
-              Friction rub pericardial
Pulmoner
-            Nafas dangkal

-            Krekels
-            Kusmaul
-            Sputum kental dan liat
Gastrointestinal
-                 Konstipasi / diare

-                 Anoreksia, mual dan muntah
-                 Nafas berbau amonia
-                 Perdarahan saluran GI
-                 Ulserasi dan perdarahan pada mulut

Muskuloskeletal
-                 Kehilangan kekuatan otot
-                 Kram otot
-                 Fraktur tulang
Integumen

-                 Kulit kering, bersisik
-                 Warna kulit abu-abu mengkilat
-                 Kuku tipis dan rapuh
-                 Rambut tipis dan kasar
-                 Pruritus

-                 Ekimosis
Reproduksi
-               Atrofi testis
-               Amenore
( SmeltzerC, Suzanne, 2002 hal 1450)

Pemeriksaan Diagnostik

a.       Urin
-          Warna: secara abnormal warna urin keruh kemungkinan disebabkan oleh pus, bakteri, lemak, fosfat atau uratsedimen. Warna urine kotor, kecoklatan menunjukkan adanya darah, Hb, mioglobin, porfirin
-          Volume urine: biasanya kurang dari 400 ml/24 jam bahkan tidak ada urine (anuria)
-          Berat jenis: kurang dari 1,010 menunjukkn kerusakan ginjal berat

-          Osmolalitas: kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan ginjal tubular dan rasio urin/serum sering 1:1
-          Protein: Derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat menunjukkkan kerusakan glomerulus bila SDM dan fragmen juga ada
-          Klirens kreatinin: mungkin agak menurun
-          Natrium: lebih besar dari 40 mEq/L karena ginjal tidak mampu mereabsorbsi natrium
b.      Darah

-          Ht : menurun karena adanya anemia. Hb biasanya kurang dari 7-8 gr/dl
-          BUN/ kreatinin: meningkat, kadar kreatinin 10 mg/dl diduga tahap akhir
-          SDM:  menurun, defisiensi eritropoitin
-          GDA: asidosis metabolik, pH  kurang dari 7,2

-         Protein (albumin) : menurun
-         Natrium serum : rendah
-         Kalium: meningkat
-         Magnesium: meningkat
-         Kalsium ; menurun

c. Osmolalitas serum:
Lebih dari 285 mOsm/kg
d. Pelogram Retrograd:
Abnormalitas pelvis ginjal dan ureter
e. Ultrasonografi Ginjal :
Untuk menentukan ukuran ginjal dan adanya masa , kista, obstruksi pada saluran perkemihan bagian atas
f. Endoskopi Ginjal, Nefroskopi:
Untuk menentukan pelvis ginjal, keluar batu, hematuria dan pengangkatan tumor selektif
g. Arteriogram Ginjal:

Mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskular, masa
h. EKG:
Ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa
(Doenges, E Marilynn, 2000, hal 628- 629)

Penatalaksanaan

1.       Dialisis
2.       Obat-obatan: anti hipertensi, suplemen besi, agen pengikat fosfat, suplemen kalsium, furosemid

3.       Diit rendah uremi
( SmeltzerC, Suzanne, 2002 hal 1449)

Komplikasi

1.      Hipertensi
2.      Hiperkalemia

3.      Perikarditis, efusi pericardial dan tamponade jantung
4.      Anemia
5.      Penyakit tulang
( SmeltzerC, Suzanne, 2002 hal 1449)

Fokus Pengkajian


1.      Aktifitas /istirahat
Gejala:
-          Kelemahan malaise
-          Kelelahan ekstrem,
-          Gangguan tidur (insomnis/gelisah atau somnolen)

Tanda:
-       Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak
2.      Sirkulasi
Gejala:
-       Riwayat hipertensi lama atau berat

-       Palpitasi, nyeri dada (angina)
Tanda:
-          Hipertensi, nadi kuat, edema jaringan umum dan piting pada kaki, telapak tangan
-          Nadi lemah, halus, hipotensi ortostatik
-          Disritmia jantung

-            Pucat pada kulit
-            Friction rub perikardial
-            Kecenderungan perdarahan
3.             Integritas ego

Gejala:
-          Faktor stress, misalnya masalah finansial, hubungan dengan orang lain
-          Perasaan tak berdaya, tak ada harapan
Tanda:
- Menolak, ansietas, takut, marah, perubahan kepribadian,  mudah terangsang

4.             Eliminasi
Gejala:
-          Penurunan frekuensi urin, oliguria, anuria ( gagal tahap lanjut)
-          Diare, Konstipasi, abdomen kembung,
Tanda:
-          Perubahan warna urin, contoh kuning pekat, coklat, kemerahan,   berawan

-        Oliguria, dapat menjadi anuria
5.  Makanan/cairan
Gejala:
-    Peningkatan BB cepat (edema), penurunan BB (malnutrisi)
-    Anoreksia, mual/muntah, nyeri ulu hati, rasa metalik tak sedap pada mulut ( pernafasan amonia)

Tanda:
-    Distensi abdomen/ansietas, pembesaran hati (tahap akhir)
-    Edema (umum, tergantung)
-    Perubahan turgor kulit/kelembaban
-    Ulserasi gusi, perdarahan gusi/lidah

-    Penurunan otot, penurunan lemak subkutan, penampilan tak bertenaga
6.       Neurosensori
Gejala:
-    Kram otot/kejang, sindrom kaki gelisah, kebas rasa terbakar pada Sakit kepala, penglihatan kabur
-    telapak kaki

-    Kebas/kesemutan dan kelemahan khususnya ekstrimitas bawah (neuropati perifer)
Tanda:
-    Gangguan status mental, contohnya ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran, penurunan lapang perhatian, stupor, koma
-    Kejang, fasikulasi otot, aktivitas kejang
-    Rambut tipis, kuku tipis dan rapuh

7.       Nyeri/kenyamanan
Gejala:, sakit kepala, kram otot/nyeri kaki, nyei panggul
Tanda: perilaku berhati-hati/distraksi, gelisah
8.       Pernapasan
Gejala:

-    Dispnea, nafas pendek,  nokturnal paroksismal, batuk dengan/tanpa sputum
Tanda:
-    Dispnea, takipnea pernapasan kusmaul
-    Batuk produktif dengan sputum merah muda encer (edema paru)

9.       Keamanan
Gejala: kulit gatal, ada/berulangnya infeksi
Tanda:
-    Pruritus
-    Demam (sepsis, dehidrasi)

10.         Seksualitas
Gejala: amenorea, infertilitas, penurunan libido
11.         Interaksi sosial
Gejala:
-          Kesulitan menurunkan kondisi, contoh tak mampu bekerja, mempertahankan fungsi peran dalam keluarga

12.         Penyuluhan
-                 Riwayat diabetes mellitus pada keluarga (resti GGK), penyakit polikistik, nefritis herediter, kalkulus urinaria
-                 Riwayat terpajan pada toksin, contoh obat, racun lingkungan
-                 Penggunaan antibiotik nefrotoksik saat ini/berulang

(Doenges, E Marilynn, 2000, hal 626- 628)

Sumber : http://nursingbegin.com/tag/asuhan-keperawatan/

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN ANAK DENGAN THIPOID

A. PENGERTIAN

Demam tifoid adalah penyakit menular yang bersifat akut, yang ditandai dengan bakterimia, perubahan pada sistem retikuloendotelial yang bersifat difus, pembentukan mikroabses dan ulserasi Nodus peyer di distal ileum. (Soegeng Soegijanto, 2002)

Tifus abdominalis adalah suatu infeksi sistem yang ditandai demam, sakit kepala, kelesuan, anoreksia, bradikardi relatif, kadang-kadang pembesaran dari limpa/hati/kedua-duanya. (Samsuridjal D dan heru S, 2003)

B. PENYEBAB

Salmonella typhi yang menyebabkan infeksi invasif yang ditandai oleh demam, toksemia, nyeri perut, konstipasi/diare. Komplikasi yang dapat terjadi antara lain: perforasi usus, perdarahan, toksemia dan kematian. (Ranuh, Hariyono, dan dkk. 2001)

Etiologi demam tifoid dan demam paratipoid adalah S.typhi, S.paratyphi A, S.paratyphi b dan S.paratyphi C. (Arjatmo Tjokronegoro, 1997)

C. PATOFISIOLOGIS

Transmisi terjadi melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi urin/feses dari penderita tifus akut dan para pembawa kuman/karier.

Empat F (Finger, Files, Fomites dan fluids) dapat menyebarkan kuman ke makanan, susu, buah dan sayuran yang sering dimakan tanpa dicuci/dimasak sehingga dapat terjadi penularan penyakit terutama terdapat dinegara-negara yang sedang berkembang dengan kesulitan pengadaan pembuangan kotoran (sanitasi) yang andal. (Samsuridjal D dan heru S, 2003)

Masa inkubasi demam tifoid berlangsung selama 7-14 hari (bervariasi antara 3-60 hari) bergantung jumlah dan strain kuman yang tertelan. Selama masa inkubasi penderita tetap dalam keadaan asimtomatis. (Soegeng soegijanto, 2002)

PATHWAYS

D. GEJALA KLINIS

Gejala klinis pada anak umumnya lebih ringan dan lebih bervariasi dibandingkan dengan orang dewasa. Walaupun gejala demam tifoid pada anak lebih bervariasi, tetapi secara garis besar terdiri dari demam satu minggu/lebih, terdapat gangguan saluran pencernaan dan gangguan kesadaran. Dalam minggu pertama, keluhan dan gejala menyerupai penyakit infeksi akut pada umumnya seperti demam, nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah, diare, konstipasi, serta suhu badan yang meningkat.

Pada minggu kedua maka gejala/tanda klinis menjadi makin jelas, berupa demam remiten, lidah tifoid, pembesaran hati dan limpa, perut kembung, bisa disertai gangguan kesadaran dari ringan sampai berat. Lidah tifoid dan tampak kering, dilapisi selaput kecoklatan yang tebal, di bagian ujung tepi tampak lebih kemerahan. (Ranuh, Hariyono, dan dkk. 2001)

Sejalan dengan perkembangan penyakit, suhu tubuh meningkat dengan gambaran ‘anak tangga’. Menjelang akhir minggu pertama, pasien menjadi bertambah toksik. (Vanda Joss & Stephen Rose, 1997)

Gambaran klinik tifus abdominalis

Keluhan:

- Nyeri kepala (frontal) 100%

- Kurang enak di perut ³50%

- Nyeri tulang, persendian, dan otot ³50%

- Berak-berak £50%

- Muntah £50%

Gejala:

- Demam 100%

- Nyeri tekan perut 75%

- Bronkitis 75%

- Toksik >60%

- Letargik >60%

- Lidah tifus (“kotor”) 40%

(Sjamsuhidayat,1998)

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan Darah Perifer Lengkap

Dapat ditemukan leukopeni, dapat pula leukositosis atau kadar leukosit normal. Leukositosis dapat terjadi walaupun tanpa disertai infeksi sekunder.

2. Pemeriksaan SGOT dan SGPT

SGOT dan SGPT sering meningkat, tetapi akan kembali normal setelah sembuh. Peningkatan SGOT dan SGPT ini tidak memerlukan penanganan khusus

3. Pemeriksaan Uji Widal

Uji Widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap bakteri Salmonella typhi. Uji Widal dimaksudkan untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita Demam Tifoid. Akibat adanya infeksi oleh Salmonella typhi maka penderita membuat antibodi (aglutinin) yaitu:

· Aglutinin O: karena rangsangan antigen O yang berasal dari tubuh bakteri

· Aglutinin H: karena rangsangan antigen H yang berasal dari flagela bakteri

· Aglutinin Vi: karena rangsangan antigen Vi yang berasal dari simpai bakter.

Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglitinin O dan H yang digunakan untuk diagnosis Demam Tifoid. Semakin tinggi titernya semakin besar kemungkinan menderita Demam Tifoid. (Widiastuti Samekto, 2001)

F. TERAPI

1. Kloramfenikol. Dosis yang diberikan adalah 4 x 500 mg perhari, dapat diberikan secara oral atau intravena, sampai 7 hari bebas panas

2. Tiamfenikol. Dosis yang diberikan 4 x 500 mg per hari.

3. Kortimoksazol. Dosis 2 x 2 tablet (satu tablet mengandung 400 mg sulfametoksazol dan 80 mg trimetoprim)

4. Ampisilin dan amoksilin. Dosis berkisar 50-150 mg/kg BB, selama 2 minggu

5. Sefalosporin Generasi Ketiga. dosis 3-4 gram dalam dekstrosa 100 cc, diberikan selama ½ jam per-infus sekali sehari, selama 3-5 hari

6. Golongan Fluorokuinolon

· Norfloksasin : dosis 2 x 400 mg/hari selama 14 hari

· Siprofloksasin : dosis 2 x 500 mg/hari selama 6 hari

· Ofloksasin : dosis 2 x 400 mg/hari selama 7 hari

· Pefloksasin : dosis 1 x 400 mg/hari selama 7 hari

· Fleroksasin : dosis 1 x 400 mg/hari selama 7 hari

7. Kombinasi obat antibiotik. Hanya diindikasikan pada keadaan tertentu seperti: Tifoid toksik, peritonitis atau perforasi, syok septik, karena telah terbukti sering ditemukan dua macam organisme dalam kultur darah selain kuman Salmonella typhi. (Widiastuti S, 2001)

G. KOMPLIKASI

Perdarahan usus, peritonitis, meningitis, kolesistitis, ensefalopati, bronkopneumonia, hepatitis. (Arif mansjoer & Suprohaitan 2000)

Perforasi usus terjadi pada 0,5-3% dan perdarahan berat pada 1-10% penderita demam tifoid. Kebanyakan komplikasi terjadi selama stadium ke-2 penyakit dan umumnya didahului oleh penurunan suhu tubuh dan tekanan darah serta kenaikan denyut jantung.Pneumonia sering ditemukan selama stadium ke-2 penyakit, tetapi seringkali sebagai akibat superinfeksi oleh organisme lain selain Salmonella. Pielonefritis, endokarditis, meningitis, osteomielitis dan arthritis septik jarang terjadi pada hospes normal. Arthritis septik dan osteomielitis lebih sering terjadi pada penderita hemoglobinopati. (Behrman Richard, 1992)

Sumber : http://askep-askeb.cz.cc/2010/03/askep-anak-dengan-thypoid.html

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | coupon codes