Rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan yang telah dikenal sejak ribuan tahun sebelum masehi. Hal ini dapat kita lihat dalam sejarah perkembangan pelayanan kesehatan seperti Institusi spesifik yang dikenal dengan nama Rumah Sakit.
Pada kurang lebih tahun 431 SM di Sri Lanka telah dibangun rumah sakit dengan nama rumah sakit Brahmanti, pada tahun 230 SM di Hindustan, Raja Ashoka telah membangun 18 unit rumah sakit yang sudah dilengkapi tenaga medis dan perawat, kemudian Konsili Nicea mengharuskan setiap Katedral menyediakan pelayanan kesehatan kepada orang-orang miskin, janda, yatim piatu, dan musafir yang sakit.
Di Indonesia, rumah sakit pertama kali didirikan oleh VOC pada tahun 1626 M dan kemudian dilanjutkan oleh pemerintahan Rafles pada jaman penjajahan Inggris. Sejak rumah sakit mula-mula, abad pertengahan sampai dengan saat ini rumah sakit selalu berupaya meningkatkan mutu pelayanannya melalui penciptaan dan penerapan standar pelayanan rumah sakit seperti pada tahun 1918 The American College of Surgeons telah menyusun Hospital Standardization Programme, selanjutnya pada tahun 1951 terbentuknya Joint Commission on Accreditation of Hospital.
Sedangkan di Indonesia pada tahun 1979 dalam persyaratan untuk lulus akreditasi, rumah sakit harus memiliki program pengendalian mutu yang baik, pada tahun 1993 Menteri Kesehatan telah menetapkan keputusan strategis diantaranya adalah menetapkan Standar Pelayanan Rumah Sakit dan mewajibkan seluruh rumah sakit di Indonesia untuk melaksanakannya dan pada tahun 1995 Dirjen Yanmed menetapkan keputusan dimulainya program akreditasi rumah sakit.
Disamping keputusan-keputusan strategis sebagimana disebutkan diatas, peraturan perundang-undangan juga mengamanatkan bahwa program akreditasi rumah sakit dengan berbagai alasan memang haruslah dilaksanakan. Hal ini dapat dilihat dari dua Undang-Undang yaitu yang pertama Undang-Undang Nomor 29 tahun 2004 Tentang Pratik Kedokteran dan yang kedua Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit.
Dalam Undang-Undang Nomor 29 tahun 2004 Tentang Pratik Kedokteran dapat dilihat bahwa semua penyedia pelayanan kesehatan yang menyediakan pelayanan profesi kedokteran harus membenahi diri, penyedia pelayanan kesehatan tersebut meliputi Puskesmas , Balai Pengobatan, Praktek Dokter, Rumah Sakit, dan sebagainya.
Dari beberapa institusi tersebut, Rumah Sakit merupakan institusi yang memiliki beban yang paling berat mempersiapkan diri dalam menyesuaikan Undang-Undang praktik kedokteran tersebut . Dokter umum, dokter gigi dan dokter spesialis mengerjakan kegiatan profesinya paling banyak di Rumah Sakit oleh karena itu di Rumah Sakitlah terdapat paling banyak kegiatan pembenahan administrasi pelayanan kedokteran.
Rumah Sakit haruslah melaksanakan perubahan dalam rangka menyesuaikan diri terhadap Undang-Undang praktik kedokeran tersebut. Mulai mempersiapkan Prosedur Tetap (Standard Operating Procedure) tiap pelayanan kedokteran, memperbaiki kebijakan persetujuan pelayanan oleh pasien (informed consent) dan segala sesuatu yang diamanatkan oleh Undang-Undang tersebut.
Dalam Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit, Pasal 29 huruf b menyebutkan bahwa Rumah Sakit wajib memberikan pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, antidiskriminasi dan efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit, kemudian pada Pasal 40 ayat (1) disebutkan bahwa dalam upaya peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit wajib dilakukan akreditasi secara berkala minimal 3 (tiga) tahun sekali.
Dari kedua Undang-Undang tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa Akreditasi rumah sakit penting untuk dilakukan dengan alasan agar mutu/kualitas diintegrasikan dan dibudayakan kedalam sistem pelayanan di Rumah Sakit.
0 komentar:
Posting Komentar